Advertisement

Proyek Jembatan Rona CS Bermasalah, PUPR Sulut Didesak Bayar Kelebihan Tanah

Sengketa Lahan Jembatan Rona CS di Minahasa: PUPR Sulut Belum Bayar Kelebihan Tanah, Pemilik Ancam Tuntut

Manado, Zonanesia.id – Pembangunan Jembatan Rona CS di ruas jalan Tanawangko – Kuwu – Popontolen, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa, yang dilakukan oleh Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Utara, menghadapi sengketa lahan yang serius.

Proyek ini, yang dimulai pada tahun anggaran 2021 dengan nilai kontrak mencapai Rp. 17,99 miliar, kini menjadi sorotan karena dugaan penggunaan lahan yang melebihi kesepakatan awal dengan pemilik tanah.

Berdasarkan kontrak Nomor: 3/SP/JBT.TKP/PPK-BT/PEN/2021, proyek yang dimulai pada 11 Januari 2021 dan dikerjakan oleh PT. Samaerot Tri Putra, seharusnya selesai dalam waktu 80 hari kerja.

Awalnya, disepakati bahwa lahan yang digunakan untuk pembangunan berukuran 15×15 meter dengan kompensasi Rp. 275 juta.

Namun, masalah timbul setelah proyek selesai, di mana kuasa hukum pemilik tanah, Fandi Salindeho, SH, mengklaim bahwa lahan yang digunakan melebihi kesepakatan awal.

“Kami sudah mengukur ulang tanah setelah pekerjaan selesai, dan hasilnya menunjukkan ada kelebihan penggunaan lahan di luar kesepakatan,” ungkap Sandi.

Salindeho menambahkan bahwa pihaknya telah melayangkan tiga somasi kepada Dinas PUPR Sulawesi Utara, yaitu pada 15 Maret 2023, 28 Agustus 2023, dan 22 Juli 2024.

Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan dari pihak PUPR terkait tuntutan pembayaran kompensasi atas lahan yang digunakan lebih dari perjanjian awal.

“Kami meminta pihak PUPR Sulut untuk segera bertanggung jawab dan membayar atas kelebihan penggunaan tanah tersebut. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut,” tegas Salindeho.

Pemilik tanah berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan, namun ketidakresponsifan PUPR Sulut hingga saat ini membuat situasi semakin tegang.

Sengketa lahan seperti ini sering menjadi batu sandungan dalam proyek infrastruktur besar. Tanpa transparansi dan kejelasan dalam pengukuran serta pengelolaan lahan, konflik antara pemilik tanah dan pihak pelaksana proyek berpotensi terus berulang.

Tinggalkan Balasan