Sangihe, zonanesia.id – Dugaan tindakan tidak manusiawi dilakukan oleh seorang anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sangihe, Fri Jhon Sampakang.
Ia dituding memaksa Sem Sampakang, yang kala itu dalam kondisi kritis dan menjelang ajal, untuk menandatangani surat wasiat.
Surat tersebut kemudian menjadi dasar perampasan seluruh harta peninggalan Sem Sampakang dari ahli waris sah, yakni anak kandungnya sendiri, Tony Sampakang.
Ironisnya, Tony Sampakang tidak diberitahu mengenai kondisi terakhir ayahnya dan bahkan dilarang mengakses, menemui, maupun merawat sang ayah menjelang wafat. Padahal secara hukum, Tony merupakan ahli waris utama.
Perlu diketahui, hubungan keluarga antara Fri Jhon Sampakang dan Sem Sampakang adalah saudara tiri. Ayah Fri Jhon disebut merupakan warga negara asing (WNA) keturunan Tionghoa, sementara Sem Sampakang adalah WNI asli.
Dugaan perampasan ini menjadi sorotan lantaran Fri Jhon saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Sangihe dari Partai Gerindra, partai yang berada di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Yulius Selvanus Komaling di wilayah Sulawesi Utara.
Dalam video yang beredar, Tony Sampakang tampak meneteskan air mata menyaksikan kondisi terakhir ayahnya.
Lebih menyayat hati, ia bahkan tidak diizinkan membawa pulang jenazah sang ayah. Pemakaman almarhum pun dilakukan di Kalasuge, lokasi yang diatur sepihak oleh pihak Fri Jhon Sampakang, padahal Sem Sampakang sebelumnya telah menyiapkan makam keluarga di Monsawang, Sangihe.
Dugaan aksi ini melibatkan beberapa pihak lainnya. Pengacara Max Gahagho, S.H., disebut sebagai pihak yang menyusun konsep surat wasiat tersebut.
Sementara itu, Suset Simbolon dari Pos Bantuan Hukum (Posbakum) mengaku hanya mengetik surat berdasarkan konsep yang diberikan, dan mengetahui bahwa surat tersebut dibuat atas inisiatif Max Gahagho bersama legislator Fri Jhon Sampakang.
Tragisnya, dua hari setelah penandatanganan surat wasiat, Sem Sampakang wafat pada 2 Januari 2020. Ia menghembuskan napas terakhir di rumah Meske Sampakang dan Rony Hamenda, kerabat Fri Jhon, tanpa pernah dibawa ke rumah sakit.
Selama masa kritis, almarhum hanya dirawat secara mandiri dengan peralatan dan obat seadanya oleh dokter Mevy Sampakang, anak kandung Fri Jhon.
Kasus ini kini memicu desakan publik agar diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Banyak pihak menilai peristiwa ini sebagai bentuk pelanggaran etika, hukum, dan hak asasi manusia, terutama terkait hak waris dan perlakuan terhadap orang yang sedang sakit berat.
Tinggalkan Balasan