Manado – Kasus yang menimpa Lole Pantow, warga Ratatotok, Minahasa Tenggara, menyeret perhatian publik. Pria tersebut kini ditahan atas tuduhan aktivitas penambangan emas ilegal, meski aktivitas itu dilakukan di atas tanah yang ia klaim sebagai milik turun-temurun keluarganya.
Keluarga Pantow menilai penahanan itu tidak adil. Mereka menegaskan bahwa tanah seluas 4,1 hektare di kawasan Pasolo yang digarap Lole tidak pernah dibebaskan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) manapun, termasuk oleh PT Minselano yang belakangan mengklaim wilayah tersebut.

Lebih memprihatinkan, setelah Lole ditahan, muncul sosok bernama Chandra, yang disebut-sebut sebagai “orang suruhan Mabes Polri”. Ia masuk ke lahan tersebut membawa alat berat dan diduga kuat melakukan penambangan dengan dalih bekerja untuk pemegang IUP.
Sejumlah warga menyebut Chandra sebagai wartawan tanpa kredibilitas yang terlibat dalam aktivitas yang disebut-sebut berkaitan dengan kelompok “mafia tambang”.
“Lole hanya menambang di lahan sendiri untuk membiayai kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anaknya. Tapi ditangkap. Ironisnya, setelah ditahan, justru orang lain datang bawa alat berat dan keruk tanahnya. Ada apa ini?” ujar salah satu kerabat Lole.
Klaim Sepihak dan Dugaan Kriminalisasi
Kasus ini bermula dari laporan PT Minselano ke Polda Sulut yang menuduh Lole melakukan penyerobotan dan penambangan tanpa izin (PETI). Namun, keluarga menyatakan bahwa baik PT Minselano maupun PT Newmont Minahasa Raya sebelumnya tidak pernah melakukan pembebasan lahan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri Kehutanan terkait.
“Tidak pernah ada pembebasan. Hanya ganti rugi atas tanaman saat eksplorasi, bukan hak atas tanah,” ungkap Frangky Lendo, mantan anggota tim pembebasan PT Newmont Minahasa Raya.
Ia juga menambahkan bahwa IUP milik PT Minselano telah berakhir pada 2021 dan hingga kini belum diperpanjang. “Minselano itu barang mati. Tidak berhak minta aparat turun ke lokasi apalagi menindak warga,” tegas Frangky.
Tanah Warisan, Ada Surat Ukur Tahun 1986
Lole Pantow mengaku memiliki bukti surat ukur tanah Desa Register 386 tahun 1986 atas nama orang tuanya, Nusa Pantou. Tanah tersebut selama ini dikelola keluarga secara aktif, termasuk untuk menanam cengkeh.
“Sampai saat ini kami pegang surat aslinya. Tidak pernah menjual ke siapa pun. Kalau ada yang klaim beli, mana bukti jual belinya?” kata Lole.
Ia menyesalkan aparat penegak hukum yang justru bertindak atas dasar klaim dari pihak yang menurutnya tidak memiliki alas hak yang sah. “Kami tidak anti penegakan hukum. Tapi harus adil. Kalau tanah kami mau diambil, harus sesuai aturan. Jangan pakai kekuatan,” ujar Lole.
Permintaan Perlindungan kepada Gubernur Sulut dan Presiden
Melalui pernyataannya, Lole Pantow memohon perlindungan kepada Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus Komaling (YSK) dan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menghindari kriminalisasi terhadap warga kecil.
“Saya yakin Pak Prabowo dan Pak YSK tegas terhadap mafia tanah. Kami hanya mau hidup tenang di tanah warisan kami. IUP bukan bukti kepemilikan. Jangan rampas hak rakyat,” pungkas Lole.
Tinggalkan Balasan